personal links: facebook twitter




information
Invincible One!
Hi, My name is Yoan, but I'd rather called Mirai in cyber world I am an English Literature student at one of not-so-prestige university in Indonesia. I like almost everything, especially listening to music, writing and well, procrastinating. I have a tendency to be introvert, but if I found you interesting enough, I'd probably transform into super extrovert. This blog contains all my ramblings, thoughts, perspectives and some meaningless writing. From Mars With Love -Mirai-

September 2010 Maret 2011 Mei 2011 Juli 2011 Januari 2012 April 2012 Mei 2012

I Write My History.

archives

links

Hi fella 麗 sweet and bitter of love 愛 F I R E F L Y


"Please rest a moment in the shades of my monotonous life."



title:This little friend that bugging me all the time....
1 Comments:

coment P.2

yah, prajurit bukanlah kesatria melainkan cuma sekedar bidak,tapi sebagian masyarakat umum juga berpendapat bahwa prajurit adalah sang kesatrian menurut pemikiran mereka. Tapi lain halya dengan pemikiran prajurit itu sendiri. Kita tidak tau entah apa yang mereka pikirkan, tapi ada juga beberapa prajurit yang merasa bangga dengan tugas yang mereka emban dan dengan satusnya sebaigai seorang "kesatria/bidak". Selain itu menurut pendapat saya jangan lihat di satu sisi saja, tapi cobalah untuk balance dengan melihat ke dua sisi.

By Anonymous Anonim, at 26 Mei 2012 pukul 00.08  

Post a Comment

6:09 AM
5 Mei 2012
.... is hiding under the name of False Consciousness.

Tapi karena aku tidak begitu pandai berlagak pintar disini, mungkin aku lebih paham kalau salah satu tesis Pak Karl Marx ini di sebut Cuci Otak. oke, aku mulai jadi sok tau, tapi hasil research di wikipedia beberapa menit yang lalu aku menangkap kalau ia punya kesamaan dengan cuci otak masal itu. Intinya 'kan kau menyuguhkan sesuatu yang bukan berbasis simbiosis mutualisme pada seseorang, memberinya topping dan hiasan sedemikian rupa hingga yang disuguhkan benar-benar ingin memakannya sampai remahnya pun dijilati. Baiklah, agak berlebihan memang, tapi, yah.. lagi pula aku punya bakat hiperbola yang natural.

Nah, lalu, mengapa aku bilang False Consciousness inilah ternyata yang menggangguku selama ini? 

Jadi, beberapa hari yang lalu aku masuk kelas ILS (Introduction to Literary Studies) dan dosen ku menjelaskan tentang materi Literary Theory, aku tidak begitu ingat apa penjelasan awalnya tapi dia mengaitkan short story yang di-kuis-kan sebelum midtest lalu (War by Luigi Priandello) dengan tesis Marxis ini. Inti dari cerita War adalah tentang perspektif perang, para orang tua yang ditinggalkan sangat mengutuk kenapa anak mereka harus ikut andil bahkan berdiri di garis depan dalam peperangan, kemudian hadir sosok pria tua yang bisa membelokkan cara pandang para orang tua itu bahwa anak-anak mereka, kalaulah tidak pulang kerumah dan mati paling tidak mereka mati bermartabat karena telah mengabdi untuk negaranya. Dan di akhir cerita pria tua itu justru sangat merasa kehilangan akan kematian anak laki-lakinya. Di sini, Luigi membentuk Flase Consciousness lewat pria tua tersebut, dan mungkin juga agak ironi. Negara menciptakan False Consciousness dengan iming-iming gelar pahlawan dan segala bentuk tanda jasa, mulai dari himne dan segala tetek-bengeknya.    Padahal kalau kenyataan boleh berkata jujur, seperti yang diceritakan dalam buku yang berisi kumpulan surat-surat tentara "Cinta di Tengah Kengerian Perang" yang pernah aku review, para tentara itu sendiri mempertanyakan apa sebenarnya yang mereka perjuangkan karena merasa tidak lagi sebagai ksatria melainkan hanya bidak catur biasa.

Kemudian, dosen ku memberikan contoh False Consciousness yang sangat terlihat jelas terjadi dalam masyarakat. Kita, well... khususnya manusia metro-sexual pasti tidak akan pernah ketinggalan membeli barang-barang kosmetik untuk memperindah penampilan, khususnya; memutihkan kulit. Aku tidak mau munafik, sebagai gadis tulen aku juga sesekali membeli lulur, lotion, dan pembersih muka seadanya, sudah jadi kewajiban untuk mengurus badan pinjaman ini, walaupun aku sering malas luluran atau sekedar pakai lotion. Kembali ke topik awal, jadi di dalam masyarakat sudah terbentuk False Consciousness bahwa memiliki kulit putih itu adalah segalanya, apalagi perempuan, "Kalian sebegitu inginnya punya kulit putih sampai kalian jijik melihat kulit asli kalian yang sawo matang itu." kata dosenku. Kotak berisi gambar bergerak itu adalah pengantar pesan paling menakutkan yang pernah ada. Iklan-iklan produk kecantikan dengan model cantik ditambah cahaya lampu dan photoshop adalah resep jitu mengubah cara pandang wanita modern.

Entahlah, aku yang terlalu sensitif atau dunia yang perlahan mulai membusuk. Maksudku, aku melihat banyak gadis-gadis di kampusku memakai make-up yang kalau manurutku terlalu berlebihan jika tujuanmu ke kampus adalah untuk mencari ilmu. Ayolah, seperti kata Dee, make-up itu hanya untuk orang jelek atau orang yang beranjak jelek. Belum lagi mereka yang mencoba mengubah bentuk asli dari bagain tubuh mereka, seperti rambut, hidung, dan gigi. Yah, kalian tau sendirilah yang aku maksud.

Apa aku terdengar kampungan dengan semua argumen di atas? Well, kalaupun boleh memilih aku ingin tinggal di jaman medieval saja. 

Label:


>Find the rest..